Waktu berlalu begitu cepat mengenang keindahan dalam berpristiwa
bersama buku kumpulan puisi Upacara Mebakar Rambut, karya Dian
Hartati, sajak puisi menekankan keindaham kata dan bahasa, curahan dan kisah waktu
dalam puisi bertajuk bumbu, menyemaikan rasa mendalam sebuah makna. Bumbu
bergelimang makna. Membaca tema bumbu mengingatkanku pada ibu yang sering
memasakkanku dengan ramuan bumbu-bumbu penuh hasrat cinta dan kasih sayang pada
keluarga. Bumbu dalam hidup bernafas dan makna dalam kenangan indah. Hanya
besitan dalam kalbu kapan aku bisa menikmati bumbu ramuan ibu dalam masakan
kenangan.
Tetasan darah yang mengalir
mengenang kisah masa kecil. Cukup lama aku tidak lagi mencicipi bumbu kupasan
ibu. Tak ada yang bisa menandingi bagi ku. Pernah juga aku membuat bumbu itu
menjadi ramuan obat pelibur lara ketika berbaring di atas dipan berukuran 1,5 x
3 m, kenangan itu tak terlupakan tak mampu beranjak bergerak dan hanya
terdengar nafas ku yang sesak ibuku dengan tangan yang lembut membuat balutan
rempah ke sekujur tubuh, untuk mengalirkan darah darah beku karena lama
berbaring di dipan tak bergerak. Tetes air matanya memberikan kesejukan
tersendiri.
Mengenang memang hal yang indah
menginginkan rasa jumpa, sedih dan tawa. Kenangan hanyut dalam pristiwa yang
tak bernada dengan puisi gelombang penuh irama menyentuh sanubari. Puisi
keseharian mengisahkan waktu-waktu yang terekam dalam memori abadi dalam kata.
Perasaan itu seakan mengembalikan kenangan yang mendalam. Cinta, sayang, pilu
dan kebahagiaan mengandung bermakna bagi pembaca dan penulis. Berbagi
pengalaman mengisahkan waktu dan tempat mejadi lebih bermakna dalam catatan
puisi.
Heroik, dinamis dan penuh desahan
makna dan interpretasi. Mengenang pristiwa, penuh mencatatkan sejarah,
pengabdian akan waktu adalah bagian dari sejarah hidup manusia. Walau terkdang
terlupakan dan sejenak tertinggalkan. Karya ini patut di baca dan sangat
menarik dalam merefleksikan kesetiaan kerinduan dan sayang.
Walaupun kenangan tak politis
tapi siratan dalam laut dan tanah adalah politik diri.. Mensiasati kenangan
dengan untai mantra puisi menginspirasi pembaca. Sejuta kenangan dalam kata.
Geliat sastra semakin hidup dan berkembang dengan imajinasi dan gaya yang
selayaknya patut di apresiasi. Mengenang hari lalu untuk meneropong masa depan
di sampaikan secara epik oleh penyair Dian Hartanti.
Dalam kumpulan puisi untaian
kelahiran, pernikahan dan kepergian kisah seluruh manusia yang menjadi memori
kepribadian sesorang. Tampak anggun dalam jajaran penyampaian kata aktif. Cinta
dan kerinduan spiritual kasih sayang yang terdalam terlukis dalam perjalanan
mengenang kekasih pujaan hati. Walaupun kikisan dalam syair percintaan menjadi
berhenti dari topan kehidupan. Kesetian sebagai perlambang pisau tajam dalam
genggaman qolbu tentu memberikan iringan
keseharian yang berat. Cobaan silih berganti memnembus tujuan hakiki.
Kenangan dalam kumpulan puisi Upacara
Bakar Rambut menginspirasi mengabadikan kisah keseharian dalam tulisan.
Walau tak menembus kritik sosial tapi sangat luar biasa dalam mengarungi
kehidupan menjadi bahtera idealisme dan keyakinan. Hidup dalam pengabdian
terasa sangar sulit berawal dari keseharian dan pristiwa kecil tentu menjadi
refleksi tersendiri.
Saya kira untaiaan ini penuh
gelimangan makna individualistik yang menyemaikan kehidupan pribadi dalam
percakapan diri. Sahutan ini seperti menawarkan pilihan-pilihan dan menjadi
kesempatan penting di antara jutaan kesempatan. Perkara memilih terkadang sulit
di terka dalam kehidupan. Karena pilihan dalam hidup berjalan dan mengalir
sangat halus dalam nadi manusia.
Sekali menentukan akan menjadi
jawaban takdir yang tak terelakkan. Pada
Hari Merawat Kuku ekspresi ini sangat bagus, penggambaran ksih ibu yang
terus bergerak salah satu puisi yang sangat saya suka dalam sekian puisi.
Terbayangkan oleh ku, disetiap detik akan ada selalu cinta dan kasih ibu,
persembahan itu pantas untuk ayah dan ibu. Butiran apapun tidak akan mampu
mengotori semaian dalam diri manusia tentang ibu. Walaup ekspresi yang
terkadang terkesan ambigu dan egois.
Tak ada kata yang mampu mewakili
kisah terdalam kecuali bait-bait puisi. Pad akhirnya menjadi Senja. Begtiu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar