Kamis, 27 Februari 2014

(Buku Bicara) Upacara Bakar Rambut: Di Balik Kisah Ada Senja, oleh Mustaim Romli



Waktu berlalu begitu  cepat mengenang keindahan dalam berpristiwa bersama buku kumpulan puisi Upacara Mebakar Rambut, karya Dian Hartati, sajak puisi menekankan keindaham kata dan bahasa, curahan dan kisah waktu dalam puisi bertajuk bumbu, menyemaikan rasa mendalam sebuah makna. Bumbu bergelimang makna. Membaca tema bumbu mengingatkanku pada ibu yang sering memasakkanku dengan ramuan bumbu-bumbu penuh hasrat cinta dan kasih sayang pada keluarga. Bumbu dalam hidup bernafas dan makna dalam kenangan indah. Hanya besitan dalam kalbu kapan aku bisa menikmati bumbu ramuan ibu dalam masakan kenangan.
Tetasan darah yang mengalir mengenang kisah masa kecil. Cukup lama aku tidak lagi mencicipi bumbu kupasan ibu. Tak ada yang bisa menandingi bagi ku. Pernah juga aku membuat bumbu itu menjadi ramuan obat pelibur lara ketika berbaring di atas dipan berukuran 1,5 x 3 m, kenangan itu tak terlupakan tak mampu beranjak bergerak dan hanya terdengar nafas ku yang sesak ibuku dengan tangan yang lembut membuat balutan rempah ke sekujur tubuh, untuk mengalirkan darah darah beku karena lama berbaring di dipan tak bergerak. Tetes air matanya memberikan kesejukan tersendiri.
Mengenang memang hal yang indah menginginkan rasa jumpa, sedih dan tawa. Kenangan hanyut dalam pristiwa yang tak bernada dengan puisi gelombang penuh irama menyentuh sanubari. Puisi keseharian mengisahkan waktu-waktu yang terekam dalam memori abadi dalam kata. Perasaan itu seakan mengembalikan kenangan yang mendalam. Cinta, sayang, pilu dan kebahagiaan mengandung bermakna bagi pembaca dan penulis. Berbagi pengalaman mengisahkan waktu dan tempat mejadi lebih bermakna dalam catatan puisi.
Heroik, dinamis dan penuh desahan makna dan interpretasi. Mengenang pristiwa, penuh mencatatkan sejarah, pengabdian akan waktu adalah bagian dari sejarah hidup manusia. Walau terkdang terlupakan dan sejenak tertinggalkan. Karya ini patut di baca dan sangat menarik dalam merefleksikan kesetiaan kerinduan dan sayang.
Walaupun kenangan tak politis tapi siratan dalam laut dan tanah adalah politik diri.. Mensiasati kenangan dengan untai mantra puisi menginspirasi pembaca. Sejuta kenangan dalam kata. Geliat sastra semakin hidup dan berkembang dengan imajinasi dan gaya yang selayaknya patut di apresiasi. Mengenang hari lalu untuk meneropong masa depan di sampaikan secara epik oleh penyair Dian Hartanti.
Dalam kumpulan puisi untaian kelahiran, pernikahan dan kepergian kisah seluruh manusia yang menjadi memori kepribadian sesorang. Tampak anggun dalam jajaran penyampaian kata aktif. Cinta dan kerinduan spiritual kasih sayang yang terdalam terlukis dalam perjalanan mengenang kekasih pujaan hati. Walaupun kikisan dalam syair percintaan menjadi berhenti dari topan kehidupan. Kesetian sebagai perlambang pisau tajam dalam genggaman qolbu tentu memberikan iringan  keseharian yang berat. Cobaan silih berganti memnembus tujuan hakiki.
Kenangan dalam kumpulan puisi Upacara Bakar Rambut menginspirasi mengabadikan kisah keseharian dalam tulisan. Walau tak menembus kritik sosial tapi sangat luar biasa dalam mengarungi kehidupan menjadi bahtera idealisme dan keyakinan. Hidup dalam pengabdian terasa sangar sulit berawal dari keseharian dan pristiwa kecil tentu menjadi refleksi tersendiri.
Saya kira untaiaan ini penuh gelimangan makna individualistik yang menyemaikan kehidupan pribadi dalam percakapan diri. Sahutan ini seperti menawarkan pilihan-pilihan dan menjadi kesempatan penting di antara jutaan kesempatan. Perkara memilih terkadang sulit di terka dalam kehidupan. Karena pilihan dalam hidup berjalan dan mengalir sangat halus dalam nadi manusia.
Sekali menentukan akan menjadi jawaban takdir yang tak terelakkan.  Pada Hari Merawat Kuku ekspresi ini sangat bagus, penggambaran ksih ibu yang terus bergerak salah satu puisi yang sangat saya suka dalam sekian puisi. Terbayangkan oleh ku, disetiap detik akan ada selalu cinta dan kasih ibu, persembahan itu pantas untuk ayah dan ibu. Butiran apapun tidak akan mampu mengotori semaian dalam diri manusia tentang ibu. Walaup ekspresi yang terkadang terkesan ambigu dan egois.
Tak ada kata yang mampu mewakili kisah terdalam kecuali bait-bait puisi. Pad akhirnya menjadi Senja. Begtiu!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar